Jumaat, Januari 18, 2008

mereka yang telah pergi

namanya novita amalia. kami biasa memanggilnya novi. dia teman sekelasku ketika kelas 1 SMA (sekolah menengah atas) di pandeglang. orangnya cantik, periang, mudah bergaul, walaupun prestasi akademiknya biasa-biasa saja. terakhir bertemu dia tahun 2004, sebelum aku menikah, dipasar pandeglang. wajahnya pucat, nampak kurus, tapi aku sama sekali tidak tahu kalau dia tengah sakit keras. kanser leher rahim. bukan penyakit sembarangan.

aku baru tahu kalau dia sakit awal 2007. ketika bulan februari aku pulang ke pandeglang, aku sudah berniat untuk menengoknya. tapi apa daya, kesibukan mengunjungi sanak saudara dan urusan pekerjaan membuat niatku tidak terlaksana. pertengahan Juli 2007, temanku yang tinggal di Qatar pulang ke Pandeglang dan dia bersama teman2 SMA berinisiatif untuk mengumpulkan dana membantu biaya pengobatan novi. penghujung juli, kabar duka itu datang juga. lewat SMS, seorang teman di jakarta menyampaikan kabar itu. segera kukonfirmasi dengan teman2 di pandeglang, yang malangnya malah tidak tahu kalau novi telah pergi.

aku dalam perjalanan pulang ke Kelantan ketika itu. aku bersedih. aku menyesal. menyesal karena tidak dapat menziarahinya ketika dia hidup. menyesal karena tidak sempat memegang tangannya, menguatkan hatinya.

seorang lagi temanku, Ervina namanya. aku mengenalnya ketika sama-sama belajar bahasa arab di Al-manar utan kayu Jakarta. mula-mula mengenalnya aku sempat ragu-ragu. mengingat jilbabku yang ukurannya cuma separuh jilbab dia yang panjang menyentuh lutut....dan bercadar!!! aku merasa tidak pantas berteman dengannya. maklumlah, tidak ada seorangpun temanku yang bercadar. jadi pandanganku tentang perempuan bercadar pun sangat stereo type, keras, fanatik, berilmu agama tinggi, tidak bisa tertawa, kaku. ternyata aku salah. Ervina adalah seorang kawan yang menyenangkan. periang, suka bergurau. aku ingat ketika waktu maghrib tiba, dan kami sama-sama berwudhu, aku mencuri-curi pandang kearahnya hanya untuk mengetahui seperti apa wajahnya. perempuan bercadar bagiku mempunyai daya tarik tersendiri, hanya dengan melihat matanya.

diusia 20 tahun dia sudah menikah. mempunyai 1 orang anak. kemudian tahun ke-3 pernikahannya, dia mengandung lagi. anaknya kembar perempuan. disitulah maut merenggutnya. menurut suaminya yang memberi kabar via sms, ervina meninggal karena kehilangan banyak darah ketika melahirkan melalui bedah caesar. ketika itu tanggal 9 november 2006.

berita yang sama sekali tak kuduga. siapa menyangka umurnya sependek itu? segera perasaan bersalah mengusik hatiku. beberapa kali dia meneleponku setelah aku tinggal di malaysia. tapi aku tidak pernah berhasil menghubunginya. nomor telepon rumahnya, entah kenapa tidak pernah bisa dihubungi. nomor handphonenya, yang aku tahu, selalu berganti.

penyesalan selalu datang dibelakang. masih terkenang suara riangnya ketika meneleponku. walau sebentar tapi sangat berarti bagiku. karena hanya dia temanku yang menghubungiku selain teman2 kantor. beruntung suaminya mengenalku walaupun kami tidak pernah bertemu secara langsung. aku membalas smsnya, turut bersedih atas kepulangannya, dan mendoakan arwahnya dicucuri rahmat. bukankah orang yang meninggal ketika melahirkan anak adalah syahid?

orang ketiga yang aku kenal dan mati muda adalah seorang kawan kepada adik iparku. namanya Eeng, lelaki berusia dibawah 25 tahun. aku tidak mengenalnya secara dekat, cuma karena dia sering datang kerumah, kami sudah menganggapnya seperti saudara sendiri. sama seperti novi dan ervin, aku juga tidak percaya kalau eeng secepat itu pergi. dia meninggal ketika membonceng motor dengan temannya, mati ditempat dihajar minibus elf yang memang tidak mempunyai adab memandu dijalan raya.

begitulah. kehidupan datang dan pergi. kita tidak tahu kapan giliran kita akan tiba. sudah cukupkah bekal yang kita siapkan? aku? bekalku kosong...!!!

Tiada ulasan:

page counter